Mengungkap Pelanggar HAM Berat Perlu Langkah Konkret dan Kebijakan Strategis

16-01-2023 / KOMISI III
Anggota Komisi III DPR RI Rudy Mas'ud. Foto: Jaka/nr

 

Pernyataan Presiden terhadap 12 kasus Pelanggaran HAM Berat di masa lalu membuka lembaran baru terhadap Komitmen Pemerintah untuk menyelesaikan persoalan penyelesaian terhadap Pelanggaran HAM Berat di masa lalu. Anggota Komisi III DPR RI Rudy Mas'ud mengungkapkan, agar pernyataan Presiden tersebut dapat diikuti dengan proses hukum dan sebuah kebijakan strategis.

 

Menurutnya dengan langkah konkret tersebut akan bisa mengungkap para pelaku kejahatan, dan pemenuhan hak-hak para korban melalui proses hukum yang transparan profesional, dan akuntabel. "Oleh sebab itu, saya mendukung Pemerintah dan lembaga terkait, Jaksa Agung, Komnas HAM, LPSK, dan Kementerian atau Lembaga terkait lainnya," papar Rudy dalam keterangan persnya, Senin (16/1/2022).

 

Politisi Fraksi Partai Golkar ini menyarankan dan mendorong Pemerintah agar memberikan penjelasan obyektif terhadap analisas berbagai kasus HAM berat lainnya, selain 12 kasus tersebut kepada masyarakat. Demikian pula, terdapat sebuah kebijakan strategis agar penegakan HAM dapat terus dilakukan. Sehingga pelanggaran HAM atau tragedi serupa tidak terjadi kembali di masa yang akan datang, serta pengaturan mekanisme hukumnya yang komprehensif, transparan, dan akuntabel.

 

Menurutnya ini merupakan salah satu implementasi konkrit dari Presiden untuk mengakui dan menyelesaikan pelanggaran HAM Berat di masa lalu yang selalu menjadi perhatian masyarakat. "Saya mengapresiasi Pemerintah sebagai langkah maju Pemerintah untuk menegakkan dan mengakui HAM pasca lahirnya Keppres Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat masa lalu," ungkap Rudy.

 

Meskipun demikian dia juga memperhatikan berbagai opini masyarakat atau elemen masyarakat terhadap Pernyataan Presiden tersebut. Masyarakat menilainya secara beragam dari apresiasi hingga kritikan. Beberapa dari opini tersebut bahkan menilai bahwa pernyataan tersebut hanya bersifat politis karena belum jelas langkah hukum atau yudisial. Kritik ini dinilai juga lahir dari ketidakpuasan para pihak dalam dari penyelesaian terhadap Kasus HAM Berat yang sebelumnya telah diselesaikan seperti, Timor-Timur 1999, Tanjung Priok 1984, Abepura 2000 dan Panitia Papua 2014. (ssb/aha)

BERITA TERKAIT
Legislator Nilai Penegakan Hukum Meningkat, Dorong Transparansi & Perlindungan Masyarakat
15-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi III DPR RI, Bimantoro Wiyono, menilai penegakan hukum di tanah air telah menunjukkan perkembangan signifikan,...
Vonis Mati Kompol Satria dalam Kasus Narkoba Momentum Reformasi di Internal POLRI
14-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi III DPR Gilang Dhielafararez menilai putusan vonis mati terhadap mantan Kasatreskrim Polresta Barelang, Kompol Satria...
Anggota Komisi III: Jangan Hilangkan Kesakralan HUT RI karena Polemik Bendera One Piece
07-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, meminta semua pihak untuk mengedepankan paradigma konstruktif dalam menyikapi polemik pengibaran...
Libatkan Tim Ahli Independen dan Akuntabel dalam Audit Bukti Kasus Kematian Diplomat Muda
05-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez mendorong agar ada audit forensik digital terhadap seluruh bukti CCTV...